Sabtu, 15 Juli 2017

[Review] Tiga Sandera Terakhir


Judul : Tiga Sandera Terakhir
Penulis : Brahmanto Anindito
Penyunting : Hermawan Aksan, Miranda Harlan
Penata aksara : Aksin Makruf
Desainer sampul : Oesman
Penerbit : Noura Books
Cetakan : Pertama, Mei 2015
ISBN : 978-602-0989-47-1

Sertu Anam melihan pergerakan di semak-semak di posisi jam 9-nya. Dia segera putar badan. Tapi terlambat. Terbaring di sana, seorang anggota OPM brewok, botak dan bertelanjang dada berbaring di tanah. Menodong Sertu Anam dengan senapan. Cepat sekali “klik” itu terdengar. Mata sang komandan tim membulat. Sekilas, otaknya bersiap menghadapi kenyataan bahwa inilah saat terakhirnya. Kepalanya akan segera meledak dan otaknya berceceran di lantai hutan.

Lima turis yang sedang berlibur di tanah Papua menjadi sandera dari kelompok radikal yang menuntut kebebasan bumi cendrawasih dari NKRI. Banyak dugaan mengarah pada kelompok radikal besar OPM yang mendalangi penyanderaan ini. Karena itu satuan khusus Kopassus pun diutus untuk menjalankan misi penyelamatan para sandera tersebut.


Tentu saja misi tersebut bukan hal yang mudah. Mengingat para penyandera dan korban berpindah-pindah ke dalam hutan Papua yang dikenal masih perawan dengan medan cukup sulit. Adalah Kolonel Larung Nusa yang menjadi pimpinan dalam misi tersebut. Namuan sebelum melakukan kontak fisik, ia lebih memilih untuk melakukan taktik damai terlebih dahulu, demi mencegah jatuhnya korban baik dari pihak penyandera maupun prajuritnya.

Namun jalan damai nampaknya mental begitu saja. Kolonel Larung Nusa pun mulai mempersiapkan penyerangan langsung ke lokasi penyanderaan. Misi tersebut terbilang cukup sukses, meski beberapa prajurit tebaik Kopassus harus gugur di medan pertempuran.

Tapi yang masih mengganjal adalah, bahwa penyanderaan tersebut ditengarai bukan pekerjaan dari OPM. Ada kelompok khusus lain yang memiliki tujuan terselubung dari penculikan para sandera tersebut. Pemimpin kelompok radikal tersebut diketahui bernama Enkaeri. Kolonel Larung Nusa pun mulai menyadarinya setelah melihat sebuah video pembantaian yang menewaskan salah satu prajurit terbaiknya.

Tentu saja aksi kelompok Enkaeri ini harus segera diberantas agar tidak makin menyebar ke daerah NKRI lainnya. Terlebih Enkaeri seperti memberikan pesan tantangan yang menyiratkan bahwa ia tidak gentar dengan para anggota TNI atau Kopassus sekalipun. Enkaeri juga sangat biadab dan kejam, hal itu yang membuatnya sangat berbahaya dan harus segera disingkirkan, meski dengan cara kotor sekalipun. Untuk itulah Kolonel Larung Nusa diberi tugas membentuk satuan khusus lainnya, yang disebuat tim hantu.

Disebut tim hantu karena anggotanya tidak memiliki hubungan apapun dengan TNI atau Kopassus. Meski memiliki latar belakang militer namun orang-orang ini merupakan prajurit yang sudah keluar atau dipecat dari kesatuannya masing-masing. Selain itu operasi tim ini sangat rahasia dan TNI pun tidak ikut bertanggung jawab. Tidak ada dukungan apapun dari TNI yang artinya baik gagal ataupun berhasil, tim ini tidak akan pernah mendapat pengakuan.

Meskipun jumlah anggota dan pasokan senjata yang terbatas, namuan Kolonel Larung Nusa tetap beraksi bersama tim hantunya, memberantas kelompok radikal Enkaeri untuk memastikan tanah Papua tetap bersatu dengan Ibu Pertiwi, meski taruhannya adalah nyawa mereka sendiri ….

Novel dengan bumbu aksi dan bertema konflik di tanah Papua ini merupakan jenis novel yang pertama kali kubaca. Kalau biasanya hanya membaca novel thriller pembunuhan dan detektif, maka di Tiga Sandera Terakhir ini aku akan bertemu dengan para prajurit TNI dan Kopassus.

Dari segi cerita novel ini keren, mengangkat tema yang diinspirasi dari konflik di Papua dan menggabungkannya dengan action, berasa lagi menonton film aksi tentang perjuangan. Dan karena diinspirasi dari kisah nyata, ada beberapa selipan informasi yang bisa menambah pengetahuanku tentang sejarah tanah Papua. Terutama tentang alur dan asal muasal konflik yang terjadi disana.

Alur ceritanya sendiri juga pas, tidak cepat atau melompat-lompat, dan disuguhkan dengan runut jadinya seperti menonton adegan per adegan dari sebuah film. Setiap karakternya juga kuat, terutama karakter gadis manis Papua yang bernama Nona. Benar-benar tipikal heroine seperti di film-film action, cantik, tangguh dan berkesan misterius.

Dan yang paling menarik dari kisah Tiga Sandera Terakhir ini adalah tentang pembentukan Tim hantu. Pasti lebih seru lagi kalau ada banyak hal yang bisa diceritakan tentang tim ini. Terutama proses perekrutan serta interaksi antar anggotanya. Meski sudah ada pemaparannya, tapi rasanya masih kurang dan berharap semoga penulis bisa mewujudkan cerita tentang tim hantu ini di buku lain dengan kisah dan konflik yang berbeda.

Oh iya, novel ini benar-benar maskulin, rasanya dari temanya saja sudah ketahuan dengan jelas. Jadi kalau mengharap ada adegan romance maka buku ini bukan rekomendasi yang tepat. Tapi dengan membaca novel ini aku jadi lebih tahu tentang Papua beserta konflik dan gambaran budayanya, meski sekilas. Apalagi penulis melakukan riset yang sangat matang dalam proses menulisnya.

Tiga Sandera Terakhir tidak hanya memberikan bacaan yang tegang, menarik, dan menghibur, tapi juga membuat aku jadi tahu bahwa perjuangan tentara Indonesia di tanah konflik itu tidak main-main dan penuh pengorbanan yang besar, Salut buat para tentara Indonesia !!!

Dan menurutku novel ini pantas untuk dapet nilai 3,5 bintang J


Satu lagi, aku masih heran maksud judulnya Tiga Sandera Terakhir itu apa ya ? Karena sandera yang tersisa kan jumlahnya bukan 3 ? K

Pict from Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar