Judul : Tiga Sandera Terakhir
Penulis : Brahmanto Anindito
Penyunting : Hermawan Aksan,
Miranda Harlan
Penata aksara : Aksin Makruf
Desainer sampul : Oesman
Penerbit : Noura Books
Cetakan : Pertama, Mei 2015
ISBN : 978-602-0989-47-1
Sertu Anam melihan pergerakan di semak-semak
di posisi jam 9-nya. Dia segera putar badan. Tapi terlambat. Terbaring di sana,
seorang anggota OPM brewok, botak dan bertelanjang dada berbaring di tanah.
Menodong Sertu Anam dengan senapan. Cepat sekali “klik” itu terdengar. Mata
sang komandan tim membulat. Sekilas, otaknya bersiap menghadapi kenyataan bahwa
inilah saat terakhirnya. Kepalanya akan segera meledak dan otaknya berceceran
di lantai hutan.
Lima turis yang sedang berlibur di tanah Papua menjadi
sandera dari kelompok radikal yang menuntut kebebasan bumi cendrawasih dari
NKRI. Banyak dugaan mengarah pada kelompok radikal besar OPM yang mendalangi
penyanderaan ini. Karena itu satuan khusus Kopassus pun diutus untuk
menjalankan misi penyelamatan para sandera tersebut.
Tentu saja misi tersebut bukan hal yang mudah. Mengingat
para penyandera dan korban berpindah-pindah ke dalam hutan Papua yang dikenal
masih perawan dengan medan cukup sulit. Adalah Kolonel Larung Nusa yang menjadi
pimpinan dalam misi tersebut. Namuan sebelum melakukan kontak fisik, ia lebih
memilih untuk melakukan taktik damai terlebih dahulu, demi mencegah jatuhnya
korban baik dari pihak penyandera maupun prajuritnya.
Namun jalan damai nampaknya mental begitu saja. Kolonel Larung
Nusa pun mulai mempersiapkan penyerangan langsung ke lokasi penyanderaan. Misi tersebut
terbilang cukup sukses, meski beberapa prajurit tebaik Kopassus harus gugur di medan
pertempuran.
Tapi yang masih mengganjal adalah, bahwa penyanderaan tersebut
ditengarai bukan pekerjaan dari OPM. Ada kelompok khusus lain yang memiliki
tujuan terselubung dari penculikan para sandera tersebut. Pemimpin kelompok
radikal tersebut diketahui bernama Enkaeri. Kolonel Larung Nusa pun mulai
menyadarinya setelah melihat sebuah video pembantaian yang menewaskan salah satu
prajurit terbaiknya.
Tentu saja aksi kelompok Enkaeri ini harus segera diberantas
agar tidak makin menyebar ke daerah NKRI lainnya. Terlebih Enkaeri seperti memberikan
pesan tantangan yang menyiratkan bahwa ia tidak gentar dengan para anggota TNI
atau Kopassus sekalipun. Enkaeri juga sangat biadab dan kejam, hal itu yang
membuatnya sangat berbahaya dan harus segera disingkirkan, meski dengan cara
kotor sekalipun. Untuk itulah Kolonel Larung Nusa diberi tugas membentuk satuan
khusus lainnya, yang disebuat tim hantu.
Disebut tim hantu karena anggotanya tidak memiliki hubungan
apapun dengan TNI atau Kopassus. Meski memiliki latar belakang militer namun
orang-orang ini merupakan prajurit yang sudah keluar atau dipecat dari kesatuannya
masing-masing. Selain itu operasi tim ini sangat rahasia dan TNI pun tidak ikut
bertanggung jawab. Tidak ada dukungan apapun dari TNI yang artinya baik gagal
ataupun berhasil, tim ini tidak akan pernah mendapat pengakuan.
Meskipun jumlah anggota dan pasokan senjata yang terbatas,
namuan Kolonel Larung Nusa tetap beraksi bersama tim hantunya, memberantas
kelompok radikal Enkaeri untuk memastikan tanah Papua tetap bersatu dengan Ibu
Pertiwi, meski taruhannya adalah nyawa mereka sendiri ….
Novel dengan bumbu aksi dan bertema konflik di tanah Papua
ini merupakan jenis novel yang pertama kali kubaca. Kalau biasanya hanya
membaca novel thriller pembunuhan dan detektif, maka di Tiga Sandera Terakhir
ini aku akan bertemu dengan para prajurit TNI dan Kopassus.
Dari segi cerita novel ini keren, mengangkat tema yang
diinspirasi dari konflik di Papua dan menggabungkannya dengan action, berasa
lagi menonton film aksi tentang perjuangan. Dan karena diinspirasi dari kisah
nyata, ada beberapa selipan informasi yang bisa menambah pengetahuanku tentang
sejarah tanah Papua. Terutama tentang alur dan asal muasal konflik yang terjadi
disana.
Alur ceritanya sendiri juga pas, tidak cepat atau
melompat-lompat, dan disuguhkan dengan runut jadinya seperti menonton adegan
per adegan dari sebuah film. Setiap karakternya juga kuat, terutama karakter
gadis manis Papua yang bernama Nona. Benar-benar tipikal heroine seperti di
film-film action, cantik, tangguh dan berkesan misterius.
Dan yang paling menarik dari kisah Tiga Sandera Terakhir ini
adalah tentang pembentukan Tim hantu. Pasti lebih seru lagi kalau ada banyak
hal yang bisa diceritakan tentang tim ini. Terutama proses perekrutan serta
interaksi antar anggotanya. Meski sudah ada pemaparannya, tapi rasanya masih
kurang dan berharap semoga penulis bisa mewujudkan cerita tentang tim hantu ini
di buku lain dengan kisah dan konflik yang berbeda.
Oh iya, novel ini benar-benar maskulin, rasanya dari temanya
saja sudah ketahuan dengan jelas. Jadi kalau mengharap ada adegan romance maka
buku ini bukan rekomendasi yang tepat. Tapi dengan membaca novel ini aku jadi
lebih tahu tentang Papua beserta konflik dan gambaran budayanya, meski sekilas.
Apalagi penulis melakukan riset yang sangat matang dalam proses menulisnya.
Tiga Sandera Terakhir tidak hanya memberikan bacaan yang
tegang, menarik, dan menghibur, tapi juga membuat aku jadi tahu bahwa
perjuangan tentara Indonesia di tanah konflik itu tidak main-main dan penuh
pengorbanan yang besar, Salut buat para tentara Indonesia !!!
Dan menurutku novel ini pantas untuk dapet nilai 3,5 bintang J
Satu lagi, aku masih
heran maksud judulnya Tiga Sandera Terakhir itu apa ya ? Karena sandera yang
tersisa kan jumlahnya bukan 3 ? K
Pict from Google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar