Rabu, 24 Juni 2015

[Review] Akik Dan Penghimpun Senja


Judul : Akik Dan Penghimpun Senja
Penulis : Afifah Afra
Penyunting : Agus Wibowo
Desain isi : Bang Aswi
Desain sampul : Noviandi Rahman
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Cetakan : Pertama, April 2015
Jumlah halaman : viii, 322 hal
ISBN : 978 – 602 – 1614 – 63 – 1

“ Kau adalah selimut kalsit yang mungkin akan membuat orang-orang disekitarmu berkilau. Kau gadis dengan begitu banyak kelebihan, kapandaian, kebijakan. Semua orang yang ada di dekatmu, akan terkalsitkan dan lantas berkilau. Tetapi percayalah, dalam masalah perguaan, kau harus percaya padaku”.

Sekelompok peneliti muda melakukan observasi ke sebuah gua yang masih jarang tersentuh oleh manusia. Gua vertikal bernama Luweng Jaran yang tidak hanya menyimpan keindahan arsitektur dan flora fauna khas gua karst di daerah Pacitan, tapi juga penuh dengan misteri.

Fahira, seorang mahasiswa peneliti mikrobiologi yang cerdas dan merupakan kebanggaan kampus, mendapat kucuran dana dari sebuah International Foundation di UK untuk melakukan proyek penelitian di Luweng Jaran. Sebuah kesempatan emas yang membuat Fahira mempersiapkan segalanya dengan matang, termasuk mengumpulkan tim untuk melakukan penyusuran ke gua tersebut.

Namun sebelumnya ia harus menghadapi dulu seorang pemuda yang urakan, cuek dan meiliki IPK jarang diatas angka dua koma, tapi merupakan seorang aktivis pencinta alam yang begitu mengenal tentang gua. Seorang ahli yang sangat dibutuhkan oleh Fahira dalam ekspedisinya ini. Anton, pemuda urakan itu,  begitu menentang keikutsertaan Fahira dalam menjelajah ke Luweng Jaran, hal yang mustahil sebenarnya mengingat Fahira adalah penyandang dana sekaligus ketua proyek ekspedisi itu. Selain karena Fahira bukan seorang aktivis pecinta alam, tapi juga karena trauma dari jiwa lelaki yang penuh gejolak itu sehingga ia bersikeras untuk meberikan pilihan pada tim,hanya dia atau Fahira saja yang ada dalam tim penyusuran ke Luweng Jaran.

Di tempat lain, ada seorang Rinanti yang begitu setia menghimpun senja. Baris demi baris hari ia tandai untuk menghitung berapa senja yang telah ia lewati. Sebagai penghibur dari kehidupan pernikahannya yang hampa karena suaminya lebih memilih untuk tenggelam dengan panggilan tugas sucinya. Membiarkan Rinanti menyimpan rasa cinta itu sendiri. Hingga di sebuah senja ia bertemu dengan seorang pemuda yang juga sama menyukai senja seperti dirinya. Pemuda yang memberi kesan khusus pada senja kesekian yang dihimpunnya.

Lalu bagaimana Rinanti kembali menghimpun senjanya ?
Apakah Fahira berhasil melunakkan kekerasan hati Anton ?
Dan bagaimana Luweng Jaran akan membawa mereka pada dimensi lain dari dunia bawah tanah ?

Novel  ini mengajak  saya untuk masuk kedalam petualangan menjelajah ke dalam gua. Begitu detail penulis menceritakan keadaan gua dengan semua ornamen dan istilah-istilahnya. Saya jadi bertanya sendiri, berarti penulis pernah masuk ke kedalam gua vertikal ya ? Dan dari deskripsi dalam novel itu saya yakin jika memang penulis pernah masuk kedalam gua berarti penulis sudah mendapatkan pengalaman yang begitu keren.

Saya bisa membayangkan excitednya menuruni gua dengan climbing dan mendarat di sebuah ruang gelap yang letaknya didasar bumi !!

Saya jadi ingin masuk ke gua juga, masuk kedasar bumi dan merasakan sendiri aroma khas gua :D dan ingin melihat sendiri keindahan stalaktit dan stalakmit seperti yang tergambar dalam novel.

Saya gak pernah meragukan kualitas tulisan dari sang penulis, yaitu mbak Afifah Afra, walau pada awalnya ketika membaca judul terbaru novel beliau ini sempat penasaran apakah ada kaitannya dengan fenomena batu akik yang lagi booming sekarang ? Selalu ada ilmu yang bisa saya dapat dari tulisan beliau, seperti dalam novel ini juga banyak istilah-istilah biologi yang sama sekali masih asing buat saya, jadi seperti mendapat pelajaran singkat biologi nih :D

Dan ketika membaca novelnya saya kembali mendapatkan ciri khas dari mbk Afifah Afra, yaitu unsur misteri atau tindak kejahatan yang selalu ada. Dan itu yang membuat saya jadi penasaran hingga membaca novel ini hanya dalam waktu satu hari. Bahkan begitu detailnya beliau menggambarkan deskripsi kejadian sehingga membuat saya beberapa kali menahan nafas karena ketegangan yang berhasil diciptakan. Bravo untuk mbak Afifah Afra !!!

Saya dengan ikhlas me-rate 5 bintang untuk novel ini ;)

“Take nothing but picture, leave nothing but footprint, kill nothing but time ….” – Quote of caver

Dan selamat bertualang ke dalam perut bumi !!!


2 komentar:

  1. Terimakasih ya atas reviewnya... keren!
    Btw, gua vertikal saya terus terang belum pernah masuk. Biasanya tidak dibuka utk umum. Tapi kalau gua2 dengan tipe karst, sudah pernah. Yang paling mudah, coba main saja ke Gua Gong di Pacitan. Di sana dekorasi alaminya persis dg yg saya gambarkan di Luweng Jaran. Info tentang Luweng Jaran saya dapatkan dr para pecinra alam yang pernah caving di sana.

    BalasHapus
  2. wahh, terima kasih mbk udah mampir dan semoga saya bisa punya kesempatan untuk jalan-jalan ke Pacitan :D

    BalasHapus