Sabtu, 19 Desember 2015

[Review] Rumah Lebah

ruwimeita.wix.com

Judul : Rumah Lebah
Penulis : Ruwi Meita
Editor : Feby Indirani
Proof reader : Resita Wahyu Febiratri
Penata letak : Yanto
Desain sampul : Dwi Anisa Anindhika
Penerbit : Gagas Media
Cetakan : Pertama, 2008
Jumlah halaman : 286 hlm
ISBN : 979 – 780 – 228 – 0

“Jiwa kita adalah rumah tanpa jendela pun pintu, anehnya kita pasti bisa keluar untuk berlarian di padang rumput, membebaskan tubuh kita, dan menyanyikan lagu para ilalang ….”
“Tak ada yang lebih miris daripada mayat yang mengapung di danau karena dia membawa kabar kematiannya dalam kebisuan. Sesungguhnya dia berseru-seru dalam kebekuannya …”


Mala adalah seorang gadis cilik yang cerdas namun aneh. Hal itu disadari oleh ibunya, Nawai. Beberapa peristiwa ganjil membuat Nawai tidak habis pikir apa yang sebenarnya terjadi pada putri semata wayangnya ini. Di satu sisi ia bangga dengan kecerdasan yang dimiliki oleh Mala. Di usia 10 tahun , gadis itu memiliki pengatahuan setara dengan orang dewasa. Jika gadis kecil seusianya membaca majalah anak-anak, maka sehari-hari Mala melahap ensiklopedia yang tebal dan novel-novel rumit sekelas Stephen King. Belum lagi ia menguasai bahasa Spanyol dengan fasih. Keahlian yang membuat Nawai dan Winaya, suaminya, kebingungan. Karena mereka tidak pernah mengajarkan bahasa Spanyol bahkan mereka sendiri pun asing dengan bahasa tersebut.


Namun di sisi lain lain kegundahan pun meliputi Nawai dengan sikap anti sosial Mala. Ia tidak bisa bergaul dengan teman-teman sebayanya , bahkan dianggap sangat pendiam oleh gurunya. Belum lagi beberapa sikap aneh yang membuat guru SD-nya menyarankan agar Mala disekolahkan di sekolah khusus, yang malah membuat Nawai tersinggung. Mala bukanlah anak yang memiliki gangguan jiwa, ia hanya berbeda, pikir Nawai. Dan Nawai lebih memilih menyekolahkan Mala di rumah, di bawah pengasuhannya dan Winaya yang lebih mengerti kondisi Mala.

Yang paling ditakuti Nawai adalah ketika Mala mulai menyebutkan nama-nama aneh seperti Wilis, Abuela, Tante Ana dan  … Satira. Nama terakhir selalu disebutkan Mala dengan tatapan penuh ketakutan. Mala bilang Satira jahat dan senang mengganggunya. Karenanya Mala begitu senang ketika Nawai dan Winaya mengajaknya untuk pindah dan tinggal di daerah terpencil, di kaki perbukitan yang sejuk dan indah. Di rumah baru tersebut Satira tidak pernah muncul karena letak rumahnya diatas dataran tinggi dan Satira takut akan ketinggian, berbeda dengan rumahnya dahulu. Mala lebih tenang di rumah baru tersebut. Nawai pun merasa lebih lega karena gadis ciliknya tak  lagi menyebut rangkaian nama asing yang menyerupai mantara atau menyebut nama Wilis, Abuela, Tante Ana dan Satira.

Namun yang Nawai tidak pernah tahu, bahwa apa yang dihadapi Mala bukanlah imajinasi anak-anak seperti yang dianggapnya selama ini. Nama-nama asing tersebut adalah nyata hanya saja Nawai tidak mengetahuinya, atau bisa dibilang tidak boleh mengetahuinya. Karena ketika Nawai bisa melihat keberadaan mereka, maka mereka semua akan menghilang seketika …

Awalnya ketika membaca judulnya, Rumah Lebah, aku membayangkan sebuah cerita yang bergenre imajinasi atau tentang petualangan anak-anak. Tapi setelah tahu bahwa cerita ini adalah cerita horror thriller aku jadi penasaran, apa yang menakutkan dari Rumah Lebah ?

Sempat tertunda membaca novel ini hingga akhirnya aku punya kesempatan untuk membaca karya pertama Mbak Ruwi Meita ini. Keren, mantap dan menjebak. Pertama dari covernya, kedua dari ceritanya. Kalau hanya membaca dari blurb dibelakang buku mungkin aku gak akan pernah tertarik sama buku ini karena menganggap isinya bakal bercerita dengan hantu. Tapi dari sebuah resensi di blog buku seseorang, aku tahu kalau buku ini lebih bercerita tentang thriller criminal dan psikologi. Nah, baru aku mulai tertarik dan mencari novel ini.

Aku suka sama tema, gaya bercerita dan alurnya. Terkadang penulis mengambil sudut pandang orang ketiga, kadang mengambil sudut pandang orang pertama dari Nawai dan Mala. Gaya bercerita seperti itu membuat aku bisa mengerti apa yang dirasakan Nawai dan Mala tapi tetap merahasiakan hal-hal penting yang memang tidak diungkapkan dari sudut pandang orang pertama tersebut dan malah menjadi kejutan di akhir cerita. Kisahnya dibangun dengan rapi dan mebuat pembacanya digiring untuk pelan-pelan ikut membuka misteri yang disimpan Mala. Walaupun rasanya seperti terburu-buru dan mudah sekali pengungkapan kasus di bagian-bagian akhir cerita.

Setiap sifat karakternya nggak langsung diceritakan di awal tapi sedikti demi sedikit informasi tentang sebuah karakter terungkap, seiring berjalannya cerita. Itu juga yang kalau menurutku tetap menjaga mood dari pembaca untuk mengikuti novel ini sampai selesai. Apakah ceritanya menakutkan ? Sedikit. Bikin penasaran ? Iya, Banget. Walau endingnya menurutku masih nggak tuntas, tapi aku puas sama cerita novel ini. Oiya, penggalan kalimat di beberapa awal bab cukup membuat spooky dan mendukung suasana cerita.


Untuk kisah keluarga Nawai ini aku kasih rate 4 bintang J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar