Judul : Rumah Lebah
Penulis : Ruwi Meita
Editor : Feby Indirani
Proof reader : Resita Wahyu Febiratri
Penata letak : Yanto
Desain sampul : Dwi Anisa Anindhika
Penerbit : Gagas Media
Cetakan : Pertama, 2008
Jumlah halaman : 286 hlm
ISBN : 979 – 780 – 228 – 0
“Jiwa kita adalah rumah tanpa jendela pun
pintu, anehnya kita pasti bisa keluar untuk berlarian di padang rumput,
membebaskan tubuh kita, dan menyanyikan lagu para ilalang ….”
“Tak ada yang lebih miris daripada mayat yang
mengapung di danau karena dia membawa kabar kematiannya dalam kebisuan.
Sesungguhnya dia berseru-seru dalam kebekuannya …”
Mala adalah
seorang gadis cilik yang cerdas namun aneh. Hal itu disadari oleh ibunya,
Nawai. Beberapa peristiwa ganjil membuat Nawai tidak habis pikir apa yang sebenarnya
terjadi pada putri semata wayangnya ini. Di satu sisi ia bangga dengan
kecerdasan yang dimiliki oleh Mala. Di usia 10 tahun , gadis itu memiliki
pengatahuan setara dengan orang dewasa. Jika gadis kecil seusianya membaca
majalah anak-anak, maka sehari-hari Mala melahap ensiklopedia yang tebal dan
novel-novel rumit sekelas Stephen King. Belum lagi ia menguasai bahasa Spanyol dengan
fasih. Keahlian yang membuat Nawai dan Winaya, suaminya, kebingungan. Karena
mereka tidak pernah mengajarkan bahasa Spanyol bahkan mereka sendiri pun asing dengan
bahasa tersebut.
Namun di
sisi lain lain kegundahan pun meliputi Nawai dengan sikap anti sosial Mala. Ia
tidak bisa bergaul dengan teman-teman sebayanya , bahkan dianggap sangat
pendiam oleh gurunya. Belum lagi beberapa sikap aneh yang membuat guru SD-nya menyarankan
agar Mala disekolahkan di sekolah khusus, yang malah membuat Nawai tersinggung.
Mala bukanlah anak yang memiliki gangguan jiwa, ia hanya berbeda, pikir Nawai.
Dan Nawai lebih memilih menyekolahkan Mala di rumah, di bawah pengasuhannya dan
Winaya yang lebih mengerti kondisi Mala.
Yang paling
ditakuti Nawai adalah ketika Mala mulai menyebutkan nama-nama aneh seperti
Wilis, Abuela, Tante Ana dan … Satira.
Nama terakhir selalu disebutkan Mala dengan tatapan penuh ketakutan. Mala
bilang Satira jahat dan senang mengganggunya. Karenanya Mala begitu senang
ketika Nawai dan Winaya mengajaknya untuk pindah dan tinggal di daerah
terpencil, di kaki perbukitan yang sejuk dan indah. Di rumah baru tersebut
Satira tidak pernah muncul karena letak rumahnya diatas dataran tinggi dan
Satira takut akan ketinggian, berbeda dengan rumahnya dahulu. Mala lebih tenang
di rumah baru tersebut. Nawai pun merasa lebih lega karena gadis ciliknya tak lagi menyebut rangkaian nama asing yang
menyerupai mantara atau menyebut nama Wilis, Abuela, Tante Ana dan Satira.
Namun yang Nawai
tidak pernah tahu, bahwa apa yang dihadapi Mala bukanlah imajinasi anak-anak
seperti yang dianggapnya selama ini. Nama-nama asing tersebut adalah nyata hanya
saja Nawai tidak mengetahuinya, atau bisa dibilang tidak boleh mengetahuinya.
Karena ketika Nawai bisa melihat keberadaan mereka, maka mereka semua akan menghilang
seketika …
Awalnya
ketika membaca judulnya, Rumah Lebah, aku membayangkan sebuah cerita yang bergenre
imajinasi atau tentang petualangan anak-anak. Tapi setelah tahu bahwa cerita
ini adalah cerita horror thriller aku jadi penasaran, apa yang menakutkan dari
Rumah Lebah ?
Sempat
tertunda membaca novel ini hingga akhirnya aku punya kesempatan untuk membaca karya
pertama Mbak Ruwi Meita ini. Keren, mantap dan menjebak. Pertama dari covernya,
kedua dari ceritanya. Kalau hanya membaca dari blurb dibelakang buku mungkin
aku gak akan pernah tertarik sama buku ini karena menganggap isinya bakal
bercerita dengan hantu. Tapi dari sebuah resensi di blog buku seseorang, aku
tahu kalau buku ini lebih bercerita tentang thriller criminal dan psikologi.
Nah, baru aku mulai tertarik dan mencari novel ini.
Aku suka sama
tema, gaya bercerita dan alurnya. Terkadang penulis mengambil sudut pandang
orang ketiga, kadang mengambil sudut pandang orang pertama dari Nawai dan Mala.
Gaya bercerita seperti itu membuat aku bisa mengerti apa yang dirasakan Nawai
dan Mala tapi tetap merahasiakan hal-hal penting yang memang tidak diungkapkan
dari sudut pandang orang pertama tersebut dan malah menjadi kejutan di akhir
cerita. Kisahnya dibangun dengan rapi dan mebuat pembacanya digiring untuk
pelan-pelan ikut membuka misteri yang disimpan Mala. Walaupun rasanya seperti
terburu-buru dan mudah sekali pengungkapan kasus di bagian-bagian akhir cerita.
Setiap sifat
karakternya nggak langsung diceritakan di awal tapi sedikti demi sedikit
informasi tentang sebuah karakter terungkap, seiring berjalannya cerita. Itu
juga yang kalau menurutku tetap menjaga mood dari pembaca untuk mengikuti novel
ini sampai selesai. Apakah ceritanya menakutkan ? Sedikit. Bikin penasaran ?
Iya, Banget. Walau endingnya menurutku masih nggak tuntas, tapi aku puas sama
cerita novel ini. Oiya, penggalan kalimat di beberapa awal bab cukup membuat
spooky dan mendukung suasana cerita.
Untuk kisah
keluarga Nawai ini aku kasih rate 4 bintang J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar